Thursday, May 15, 2008

TEOLOGIA SUKSES


Artikel Teologi
TEOLOGIA SUKSES


Oleh Pdt Mangapul Sagala

Apa yang dimaksud dengan Teologia Sukses atau Theology of Success? Kadang kala, Teologia Sukses disebut juga dengan Teologia Kemakmuran, atau Prosperity Theology. Dari namanya, kita dapat menduga kira-kira apa yang dimaksud dengan teologia tersebut. Teologia ini sangat menekankan kepada kesuksesan, khususnya di bidang materi. Itulah sebabnya, jemaat tidak perlu heran jika para tokoh atau pengkhotbah dari kelompok ini akan tinggal di tempat atau perumahan yang megah, memakai kendaraan mewah paling mutakhir dan sejenisnya. Dengan perkataaan lain, mereka berusaha menunjukkan kepada pengikutnya sebuah gaya hidup sebagaimana dikhotbahkan.
Moto atau slogan hidup yang terus-menerus dikhotbahkan adalah sesuatu yang bersifat sugesti dan berorientasi kepada hasil pencapaian atau sukses, bukan proses bagaimana mencapai keberhasilan tersebut: “Living in Divine Prosperity,” (Hidup makmur), “Name it and claim it” (Sebutlah dan tuntutlah). Hal itu juga tercermin dari buku-buku yang diterbitkan. Sebagai contoh, adalah “You Can if You Think You Can”, oleh Norman Vincent Peale, seorang tokoh besar dari kelompok ini. Robert Schuller, yang sangat banyak dipengaruhi oleh Peale, juga menerbitkan buku sejenis: “Self-Love, The Dinamic Face of Success.”
Teologia Sukses lahir di Amerika sekitar tahun 1960-an dan berkembang di tahun 1980-an. Namun, tidak semua orang menyambut teologia tersebut. Pada umumnya, Teologia Sukses disikapi dengan pro dan kontra, baik oleh umat maupun oleh pendeta-pendeta dan para ahli teologia. Pada waktu yang lalu, ketika saya sedang mengajar teologia mengenai topik ini, saya bertanya kepada mahasiswa mengapa cukup banyak orang yang mengikuti dan menggandrungi Teologi Sukses. Salah seorang mahasiswa memberikan jawaban yang menarik: “Terus terang saja Pak, bukankah pada umumnya orang menginginkan kesuksesan? Siapa yang tidak mau sukses? Apa yang ditawarkan oleh kelompok tersebut merupakan sesuatu yang dikejar oleh banyak orang”.

Di Mana Masalahnya?
Apa yang dikatakan oleh mahasiswa tersebut di atas ada benarnya. Manusia menginginkan kesuksesan dalam hidupnya. Jika demikian halnya, mengapa ada kelompok yang tidak setuju dengan teologia tersebut di atas? Mengapa banyak ahli teologia mengkritik Norman Vincent Peale, Robert Schuler, Kenneth Hagin, dan sederet nama lain yang merupakan tokoh dan pengkhotbah dari gerakan tersebut?
Masalahnya adalah dari segi teologis, di mana berbagai masalah timbul dalam pemahaman teologia gerakan tersebut. Sebagai contoh, ketika kelompok ini mendengungkan slogan “Sebutlah dan tuntutlah”, menjadi pertanyaan, siapakah kita sehingga kita dapat menuntut Allah? Ketika kelompok ini menantang umat untuk “mengimani janji-janji Allah”, menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan iman?
Kelihatannya, disadari atau tidak, iman telah disamakan dengan sugesti atau ambisi pribadi. Dalam memahami hidup beriman, saya melihat satu kesalahan serius dari kelompok ini, yaitu ketika mereka hanya melihat dan menekankan kuasa Allah, tapi gagal menyadari kedaulatan Allah.
Artinya, Allah memang mahakuasa dan sanggup melakukan segala sesuatu. Tapi hal itu tidak dapat dipisahkan dari kehendak Allah yang suci, di mana Dia bebas untuk melakukan atau tidak melakukan hal itu. Dengan perkataan lain, jika Allah tidak mengabulkan doa, itu tidak berarti kurang beriman.
Selanjutnya, penganut Teologi Sukses gagal menyadari apa arti sukses menurut ukuran Alkitab. Jika ukuran kesuksesan adalah seperti yang disodorkan oleh orang-orang tersebut di atas, Tuhan Yesus dan rasul rasul adalah pribadi-pribadi yang gagal. Alkitab memberitahukan bahwa ketika di dunia ini, baik Tuhan Yesus, maupun kedua rasul besar, yaitu Petrus dan Paulus bukanlah orang-orang yang kaya secara materi. Tidak hanya demikian, dari kaca mata duniawi, Tuhan Yesus mengakhiri hidup-Nya dengan gagal, di mana Dia mati disalibkan. Dan menurut tradisi Gereja, separuh dari murid-murid Tuhan Yesus mengakhiri hidupnya bukanlah dengan kematian wajar, namun dengan mati syahid (martyr). Petrus sendiri disebutkan mati dengan posisi terbalik: kepala ke bawah dan kaki ke atas.
Namun, Tuhan Yesus dan rasul-rasul bukanlah orang-orang gagal. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang sukses sejati. Mereka sukses karena mereka setia kepada Allah. Mereka rela memikul salib atau penderitaan yang telah Allah tetapkan dalam hidup mereka (Luk.9:23).
Menarik sekali mengamati apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus pada khotbah akhir zaman tentang talenta (Matius 25:14-30). Di sana yang ditekankan adalah kesetiaan, bukan kesuksesan.
“Baik sekali perbuatanmu itu hai hamba yang baik dan setia” (Mat.25:21). Selanjutnya, jika kita membaca penilaian Tuhan Yesus kepada ketujuh jemaat, maka hal yang sama juga ditekankan oleh Tuhan Yesus. “Hendaklah engkau setia sampai mati” (Why.2:10).
Akhir kata, saya sangat merindukan kosa kata kesetiaan lebih mendominasi umat dari pada kesuksesan. Saya merindukan dan mengharapkan toko-toko buku Kristen kita, semakin dipenuhi dengan buku-buku tentang kesetiaan. Kiranya, kesetiaan itu menjadi doa dan ambisi kita bersama. Karena sesungguhnya, ketika kita setia, di sanalah terletak kesuksesan kita. Semoga.n

Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, sedang melayani di Persekutuan Kristen Antar-Universitas (Perkantas).







Sumber: http://www.pgi.or.id/artikelteologi.php?news_id=68

4 comments:

Anonymous said...

Blognya Menarik. akan saya tunggu updates berikutnya.
Salam kenal.

GBU

Unknown said...

Trims buat adm2i2h, udah mampir dan tolong doakan ya..! GBU too..!

Danang said...

blog kreatif, tentang teologi sukses, materi VS spiritual.
secara seremoni ; mereka terlihat lebih spiritualnya (okultisme), ironis bahwa outputnya adalah hal hal yang fana.

Danang said...

menarik untuk dibaca menambah wawasan.
spiritualism, vs materialism; secara seremoni teologi sukses bersembunyi dibalik hal hal sepiritual kacau; roh-roh yang tampak rohani, tapi output mutlak mereka adalah materi dan hal hal enak lainnya.